Sabtu, 19 Februari 2011

CCD VS CMOS

Ada 2 jenis sensor yang beredar dan digunakan oleh produsen kamera (dan perangkat penangkap cahaya lainnya), yaitu sensor CCD (Charge-coupled device) dan CMOS (Complementary metal–oxide–semiconductor). Kedua sensor CCD (charge-coupled device) dan CMOS (complimentary metal-oxide semiconductor) berfungsi sama yaitu mengubah cahaya menjadi elektron. Untuk mengetahui cara sensor bekerja kita harus mengetahui prinsip kerja sel surya. Anggap saja sensor yang digunakan di kamera digital seperti memiliki ribuan bahkan jutaan sel surya yang kecil dalam bentuk matrik dua dimensi. Masing-masing sell akan mentransform cahaya dari sebagian kecil gambar yang ditangkap menjadi elektron. Kedua sensor tersebut melakukan pekerjaan tersebut dengan berbagai macam teknologi yang ada. Membandingkan kedua jenis ini ibaratnya membandingkan apel dengan jeruk. Meski fungsinya sama, namun karakteristik dan prinsip kerja kedua sensor ini berbeda, sehingga masing-masing sensor memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

1. CCD (Charge-coupled device)

Teknologi yang digunakan CCD adalah teknologi yang sudah dipakai dalam waktu yang cukup lama sebagai sensor cahaya. Cara kerja sensor ini adalah ketika cahaya mengenai sensor, masing-masing pixel sensor menghasilkan muatan listrik yang kemudian dikonversi menjadi tegangan.

Tegangan dikirim menuju chip pengkonversi sinyal analog menjadi digital (analog to digital converter - A/D converter) melalui sebuah saluran dengan cara serial (seperti pada sistem register geser).

Susunan komponen sensornya sederhana, namun untuk mendapatkan data digital, sensor CCD membutuhkan piranti pendukung yang rumit. Karena sensor CCD masih menghasilkan output berupa tegangan, maka sensor CCD sering disebut dengan piranti analog.

Keuntungannya, gambar yang dihasilkan menjadi lebih tajam dengan tingkat noise yang rendah. Namun respon dari kamera ini relatif lebih lambat. Untuk menghasilkan data digital, sensor ini membutuhkan piranti lain (chip dan rangkaian elektronik pendukung). Harga sensor ini pun relatif mahal plus konsumsi dayanya juga tinggi.

2. CMOS (Complementary metal–oxide–semiconductor)

CMOS merupakan teknologi yang relatif baru serta dipakai pada industri semikonduktor. Sensor-sensor cahaya menerima cahaya kemudian diubah langsung menjadi data digital. A/D converter terletak pada masing-masing komponen sensor.

Oleh karena itu piranti CMOS lebih sering disebut piranti digital. Susunan komponen di dalam CMOS memang lebih rumit namun keuntungannya komponen ini tidak memerlukan banyak piranti pendukung untuk mendapatkan data digital.

Keuntungannya, respon sensor menjadi cepat, biaya produksi lebih murah (karena menggunakan wafer semikonduktor yang siap pakai), serta konsumsi daya yang rendah.

Kelemahannya, gambar yang dihasilkan tidak setajam gambar yang dihasilkan oleh sensor CCD, plus kemungkinan terjadinya noise lebih besar. Namun sensor CMOS generasi terbaru mampu menghasilkan gambar setajam gambar hasil sensor CCD.

Sensor bukan satu-satunya faktor yang menjadi jaminan gambar yang dihasilkan oleh kamera digital itu bagus atau tidak. Faktor-faktor lain misalnya lensa yang digunakan, pengaturan kamera, dan sebagainya, juga sangat berpengaruh.

3. Perbedaaan antara sensor CCD dan CMOS

Sensor CCD memerlukan proses pembuatan secara khusus untuk menciptakan kemampuan memindahkan elektron ke chip tanpa distorsi. Dalam arti kata sensor CCD menjadi lebih baik kualitasnya dalam ketajaman dan sensitivitas cahaya. Lain halnya, chip CMOS dibuat dengan cara yang lebih tradisional dengan cara yang sama untuk membuat mikroprosesor. Karena proses pembuatannya berbeda, ada beberapa perbedaan mendasar dari sensor CCD dan CMOS.

· Sensor CCD, seperti yang disebutkan di atas, kualitasnya tinggi, gambarnya low-noise. Sensor CMOS lebih besar kemungkinan untuk noise.

· Sensitivitas CMOS lebih rendah karena setiap piksel terdapat beberapa transistor yang saling berdekatan. Banyak foton mengenai transistor dibandingkan diodafoto.

· Sensor CMOS menggunakan sumber daya listrik yang lebih kecil.

· Sensor CCD menggunakan listrik yang lebih besar, kurang lebih 100 kali lebih besar dibandingkan sensor CMOS.

· Chip CMOS dapat dipabrikasi dengan cara produksi mikroprosesor yang umum sehingga lebih murah dibandingkan sensor CCD.

· Sensor CCD telah diproduksi masal dalam jangka waktu yang lama sehingga lebih matang. Kualitasnya lebih tinggi dan lebih banyak pikselnya.

Berdasarkan perbedaan tersebut, Anda dapat lihat bahwa sensor CCD lebih banyak digunakan di kamera yang fokus pada gambar yang high-quality dengan piksel yang besar dan sensitivitas cahaya yang baik. Sensor CMOS lebih ke kualitas dibawahnya, resolusi dan sensitivitas cahaya yang lebih rendah. Akan tetapi pada saat ini sensor CMOS telah berkembang hampir menyamai kemampuan sensor CCD. Kamera yang menggunakan sensor CMOS biasanya lebih murah dan umur baterenya lebih lama. Saat ini banyak kamera digital murah yang menggunakan sensor CMOS daripada CCD. Apa kelemahan dan kekurangan CMOS dibanding CCD? CMOS memiliki keunggulan dimana ongkos produksi murah sehingga harga kamera lebih terjangkau. Sedangkan CCD memiliki keunggulan dimana sensor lebih peka cahaya, jadi pada kondisi redup (sore/ malam) tanpa bantuan lampu kilat masih bisa mengkap obyek dengan baik, sedangkan pada CMOS sangat buram.

Minggu, 21 November 2010

Pengolahan Citra

NAMA KELOMPOK:
ARDIYANSYAH (50407136)
NOVAN HANDI ADITYA (50407624)
KELAS : 4IA05
PENGOLAHAN CITRA (EDGE DETECTION)

Algoritma edge detection adalah algoritma yang cukup populer penggunaannya dalam pengolahan citra. Salah satu alasannya adalah ketebalan edge yang bernilai satu piksel yang dimaksudkan untuk melokalisasi posisi edge pada citra secara sepresisi mungkin.

Algoritma canny edge detection secara umum (detilnya tidak baku atau bisa divariasikan) beroperasi sebagai berikut :

1. Penghalusan untuk mengurangi dampak noise terhadap pendeteksian edge
2. Menghitung potensi gradien citra
3. non-maximal supression dari gradien citra untuk melokalisasi edge secara presisi
4. hysteresis thresholding untuk melakukan klasifikasi akhir


Penghalusan citra

Biasanya teknik yang digunakan pada tahap ini adalah Gaussian Blur. Proses Gaussian Blur dapat dilakukan terhadap citra secara keseluruhan (hasil akhir berupa 1 citra baru), atau dilakukan terpisah (hasil akhir berupa dua buah citra yaitu blur horizontal dan vertikal). Hasil dari gaussian blur akan digunakan dalam langkah selanjutnya yaitu menentukan potensi gradien citra.

Menghitung potensi gradien citra

Gradien merupakan operator yang paling mendekati definisi dari sebuah edge. Oleh sebab itu dalam pengolahan citra, operator berbasis turunan menjadi materi pengantar. Ada dua buah operator yang ada dalam aplikasi ini yaitu operator Sobel dan Kirsch. Kedua operator ini mewakili dua buah pendekatan yang memiliki landasan ide yang berbeda dalam menghitung gradien. dibawah ini adalah contoh dari operator sobel dan Kirsch:
  • operator sobel

Peninjauan pengaturan pixel di sekitar pixelnya (x,y) adalah :

Operator sobel adalah magnitudo dari gradien yang dihitung dengan :

Dimana dalam hal ini turunan parsial dihitung dengan :

Dengan konstanta c = 2. Dalam bentuk mask, sy dan sx dapat dinyatakan sebagai :

Arah tepi dihitung dengan persamaan :

Berikut adalah contoh penggunaan operator sobel . Konvolusi pertama dilakukan terhadap pixel yang bernilai 1 (titik pusat mask) :

Nilai 18 pada citra hasil konvolusi didapatkan dengan perhitungan :

  • operator kirsch

Operator dihitung sebagai berikut untuk arah dengan perbedaan 45°:

 h_{n, m} = \rm {max}_{z=1, \ldots ,8}\sum_{i=-1}^{1}\sum_{j=-1}^{1}g_{ij}^{(z)}\cdot f_{n+i,m+j}

dimana arah kernel

 \mathbf{g^{(1)}} = \begin{bmatrix}  +5 & +5 & +5 \\ -3 &  0 & -3 \\ -3 & -3 & -3  \end{bmatrix},\  \mathbf{g^{(2)}} = \begin{bmatrix}  +5 & +5 & -3 \\ +5 &  0 & -3 \\ -3 & -3 & -3  \end{bmatrix},\  \mathbf{g^{(3)}} = \begin{bmatrix}  +5 & -3 & -3 \\ +5 &  0 & -3 \\ +5 & -3 & -3  \end{bmatrix},\  \mathbf{g^{(4)}} = \begin{bmatrix}  -3 & -3 & -3 \\ +5 &  0 & -3 \\ +5 & +5 & -3  \end{bmatrix}

dan sebagainya.

Pada langkah menghitung potensi gradien citra ada dua buah informasi yang dibutuhkan yaitu kekuatan edge (edge strength/magnitude), dan arah edge (edge direction/orientation). Operator sobel memanfaatkan dua buah template edge pada dua arah tegak lurus (horizontal dan vertikal) dan menghitung arah edge dari arctangent kedua nilai tersebut. Lain halnya dengan operator Kirsch yang menggunakan template sebanyak delapan yang mewakili 8 arah sehingga orientasi edge dapat ditunjukkan oleh template dengan respon magnitudo terbesar.

Non-maximal Supression

Hasil penerapan operator gradien untuk menghitung potensi gradien di tahap sebelumnya tidak memberi informasi secara spesifik tentang lokasi dari edge yang dicari. Alternatifnya adalah menggunakan operator zero-crossing yang digunakan oleh algoritma deteksi Marr-Hildreth. Non-maximal supression bertujuan membuang potensi gradien di suatu piksel dari kandidat edge jika piksel tersebut bukan merupakan maksimal lokal pada arah edge di posisi piksel tersebut (di sinilah arah gradien diperlukan).

hysteresis thresholding

Hasil dari langkah non-maximal suppression adalah citra yang berisi kandidat edge serta intensitas dari kekuatan edge di posisi piksel tersebut. Langkah terakhir adalah thresholding atau klasifikasi tiap piksel apakah termasuk dalam kategori piksel edge atau tidak. Pada tahap ini bisa saja menggunakan threshold yang berdasarkan pada satu nilai tertentu. Namun pemilihan threshold yang hanya menggunakan satu nilai ini memiliki keterbatasan yaitu adanya kemungkinan piksel yang hilang padahal sebetulnya meruapakan piksel edge (false-negative) ataupun dimasukkannya piksel yang sebetulnya merupakan noise sebagai piksel edge (false-positive). Oleh sebab itu dalam melakukan klasifikasi tidak hanya diperlukan intensitas dari kekuatan edge sebagai pertimbangan namun juga topologi (keterhubungan antar-piksel) lokal dari piksel tersebut.

Sederhananya hysteresis thresholding adalah klasifikasi dengan dua buah nilai High-threshold dan Low-Threshold. suatu piksel disahkan sebagai piksel edge jika nilainya lebih besar atau sama dengan High-Threshold (thresholding umum) atau (di sini kaidah tambahannya) jika piksel tersebut memiliki intensitas kekuatan edge yang lebih besar dari Low-Threshold dan terhubung dengan piksel yang nilainya lebih besar dari High-Threshold. Untuk menentukan keterhubungan suatu piksel dengan piksel lainnya digunakan teknik yang dinamakan edge-linking yang pada dasarnya sama dengan flood-fill (di kuliah grafika).
Algoritma yang digunakan dalam pembuatan aplikasi ini adalah algoritma edge detection, dibawah ini adalah tampilan dari aplikasi dari edge detection :
  • Tampilan awal aplikasi pengolahan citra yang kami buat :


  • Proses membuka file gambar
  • Pilih gambar yang ingindiberikan effect edge detection


  • Gambar sudah ditampilkan

  • Pilih effect yang diinginkan, seperti edge detection :



  • Hasil dari edge detection
  • Menu tentang kita adalah keterangan dari aplikasi ini dan juga nama dari kelompok yang membuat aplikasi ini


Instalasi Visual Basic 6.0

Langkah- langkah untuk menginstall VB6 adalah :

  1. Masukan CD-ROM installer , buka isinya kemudian klik ganda pada setup.exe sehingga akan muncul kotak dialog yang pertama kemudian klik next.
  2. Kotak dialog yang kedua akan muncul, baca agreement jika setuju klik I accept the agreement dan klik next.
  3. Kotak dialog yang ketiga akan muncul, isikan nomor produk yang tertera pada VB6 klik next.
  4. Kotak dialog yang keempat akan muncul, klik install Visual Basic 6 klik next, program InstallShield akan bekerja dan muncul kotak dialog kelima yang isinya tentang aturan hukum pembajakan ada aturan main yang harus disepakati bersama yaitu EULA(End User Lisence Agreement) perjanjian antara Microsoft dengan user, klik continue.
  5. Kotak dialog yang keenam akan muncul, secara default VB6 akan akan membuat folder yang terletak C:\Program files\DevStudio\VB. klik ok.
  6. Kotak dialog yang ketujuh akan muncul, menyediakan pilihan setup Typical atau Custom lalu klik ok, nama program VB6 secara default adalahMicrosoft Visual Basic 6 lalu klik continue proses penyalinan hardisk dimuali pada langkah ini .
  7. Setelah proses mencapai 100% akan muncul tampilan yang memberi tahu bahwa proses instalasi akan komplet. Klik ok, VB6 akan meminta untuk merestart windows agar hasil proses instalasi sesuai dengan rencana.
  8. Klik tombol restart windows, lengkaplah proses instalasi VB6. Untuk melihat hasilnya, dari menu Start arahkan pointer ke Microsoft Visual Basic 6, maka akan tampil kelompok dari program Visual Basic 6.

Link DOWNLOAD : KLIK AJA DISINI

Senin, 04 Oktober 2010

BISNIS IT (REKAM MEDIS ELEKTRONIK)

Komputerisasi rekam medis sebenarnya bukan sesuatu yang baru. Pada tahun 1994, MMR UUGM pernah mengadakan seminar bertajuk “Menuju komputerisasi rekam medis”. Saat ini, di klinik yang khusus melayani para pegawai dan mahasiswa di UGM (GMC= Gadjah Mada Medical Centre) dokternya tidak lagi menggunakan status rekam medis kertas. Mouse dan keyboard sudah menggantikan pena untuk mencatat gejala, hasil observasi, diagnosis sampai dengan pengobatan. Namun, hingga kini hanya klinik tersebut satu-satunya fasilitas kesehatan yang menggunakan rekam medis elektronik (RME) di Jogja. Meski hanya untuk melayani pasien rawat jalan, itu sudah lumayan.

Pada dasarnya rekam medis elektronik adalah penggunaan metode elektronik untuk pengumpulan, penyimpanan, pengolahan serta pengaksesan rekam medis pasien di rumah sakit yang telah tersimpan dalam suatu sistem manajemen basis data multimedia yang menghimpun berbagai sumber data medis. Dalam UU Praktik Kedokteran penjelasan pasal 46 ayat (1), yang dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Pengertian yang sama juga digunakan pada Permenkes 269/2008. Jenis data rekam medis dapat berupa teks (baik yang terstruktur maupun naratif), gambar digital (jika sudah menerapkan radiologi digital), suara (misalnya suara jantung), video maupun yang berupa biosignal seperti rekaman EKG.

Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa proses adopsi inovasi RME di Indonesia berjalan lambat? Selain itu, yang tidak kalah pentingnya, bagaimana mempercepatnya?

Alasan klasik

Alasan klasik mengapa RME tidak berkembang dengan cepat adalah tidak adanya payung hukum yang jelas. Seringkali muncul pertanyaan, bagaimana perlindungan rumah sakit jika terjadi tuntutan kepada pasien. Bagaimana keabsahan dokumen elektronik? Jika terjadi kesalahan dalam penulisan data medis pasien, apakah perangkat elektronik memiliki fasilitas log untuk tetap dapat mencatat data yang telah dimasukkan sebelumnya dan tidak menghapus(delete) sehingga tetap bisa dikenali siapa yang memasukkan data tersebut serta jenis data yang akan diganti? Aspek regulasi dan legal memang tidak dapat menandingi kecepatan kemajuan teknologi informasi. Pada penjelasan UU Praktek Kedokteran pasal 46 dimungkinkan rekam medis tersimpan dalam bentuk elektronik. Tetapi petunjuk teknisnya hingga saat ini belum dikeluarkan oleh KKI (Konsil Kedokteran Indonesia). KKI sudah mengeluarkan Manual Rekam Medis, tetapi itupun belum menjelaskan secara rinci tentang rekam medis elektronik. Baru-baru ini, Depkes mempublikasikanPermenkes no 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis sebagai pengganti Permenkes 749a/Menkes/Per/XII/1989. Tetapi ini juga tidak memberikan penjabaran secara rinci tentang rekam medis elektronik. Hanya disebutkan bahwa penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri (Pasal 2 ayat 2). Di sisi lain, masyarakat banyak berharap dengan UU ITE yang baru saja disahkan oleh DPR untuk memberikan jaminan hukum terhadap transaksi elektronik. Tentu saja mengharapkan UU ITE sebagai dasar pelaksanaan rekam medis elektronik tidak mencukupi.

Di beberapa negara bagian di AS, beberapa rumah sakit hanya mencetak rekam medis jika akan dijadikan bukti hukum. Di Wan Fang Hospital, Taipei, meskipun sudah menerapkan rekam medis elektronik, rumah sakit masih memiliki bagian rekam medis untuk menyimpan hasil printout setiap data elektronik pasien yang harus ditandatangani oleh dokter.

Persoalan lain adalah ketersediaan dana. Aspek finansial menjadi persoalan penting karena harus menyiapkan infrastruktur (komputer, jaringan kabel maupun nir kabel, listrik, sistem pengamanan, konsultan, pelatihan dan lain-lain). Rumah sakit biasanya memiliki anggaran terbatas, apalagi untuk teknologi informasi.

Belum prioritas
Semua setuju bahwa bahwa sistem penagihan elektronik
(computerized billing system) di rumah sakit merupakan keharusan untuk menjamin manajemen keuangan rumah sakit yang cepat, transparan dan bertanggung jawab. Dalam piramida sistem informasi rumah sakit, billing system merupakan lapisan yang paling dasar alias sistem pengolahan transaksi. Jika billing system merupakan contoh sistem pengolahan transaksi untuk fungsi pelayanan administratif dan keuangan, maka RME adalah contoh sistem pengolahan transaksi untuk fungsi pelayanan medis.

Tidak ada kasir rumah sakit yang menolak pendapat bahwa komputer mampu memberikan pelayanan penagihan lebih cepat dan efektif dibanding sistem manual. Sebaliknya, berapa banyak dokter dan perawat yang percaya bahwa pekerjaan mereka akan menjadi lebih cepat, lebih mudah dan lebih aman dengan adanya komputer?

Ada perawat yang menolak menggunakan komputer dengan alasan bahwa tugas utama mereka adalah asuhan keperawatan sedangkan menggunakan komputer merupakan pekerjaan administratif. Sehingga, ada yang mengatakan bahwa jika generasi dokter yang sudah tua, kolot dan gaptek berganti dengan dokter muda yang computer literate maka menerapkan RME menjadi lebih mudah. Akan tetapi, sampai saat inipun masih ada mahasiswa kedokteran di AS yang menolak ide penerapan RME.

Tantangan
Dalam berbagai kesempatan, seringkali disebutkan bahwa tantangan utama pengembangan sistem informasi di rumah sakit adalah aspek finansial. Hal ini dibuktikan bahwa di berbagai negara, investasi teknologi informasi di rumah sakit rata-rata adalah 2,5% dari total anggaran mereka. Padahal, di sektor lain, dapat mencapai tiga kali lipat. Faktor kedua adalah aspek legal dan security. Masih banyak pihak yang mencurigai bahwa rekam medis elektronik tidak memiliki payung legalitas yang jelas. Hal ini juga terkait dengan upaya untuk menjamin agar data yang tersimpan dapat melindungi aspek
privacy,confidentiality maupun keamanan informasi secara umum. Sebenarnya, teknologi informasi memberikan harapan baru, yaitu teknologi enkripsi maupun berbagai penanda biometrik (sidik jari maupun pemindai retina) yang justru lebih protektif daripada tandatangan biasa. Tantangan berikutnya adalah kesiapan pengguna, dalam hal ini adalah tenaga medis. Pengalaman menunjukkan bahwa salah satu pionir pengembangan sistem pakar (expert system) adalah dunia kedokteran. Akan tetapi, sejarah menunjukkan bahwa aplikasi MYCIN (ditemukan pada awal 1970-an oleh Prof. Shortliffe, seorang ahli penyakit dalam dari Stanford University) ternyata tidak banyak diterapkan di dunia medis. Sistem tersebut, yang bertujuan membantu dokter dalam memberikan antibiotik yang tepat sesuai dengan jenis bakterinya, ternyata dianggap lambat, menghambat pekerjaan dokter, dan seakan membodohi dokter. Sistem pakar tersebut dianggap lebih cocok bagi mahasiswa kedokteran atau orang awam yang sama sekali belum pernah mendapatkan pengetahuan mengenai bagaimana memberikan terapi kepada orang sakit.
Beberapa faktor di atas akan diperparah jika manajemen rumah sakit juga tidak memiliki visi dan tujuan yang jelas mengenai pengembangan sistem informasi rumah sakit. Karena pengelolaan teknologi informasi dianggap bukan sebagai
core business di rumah sakit, rumah sakit tidak memiliki strategi pengembangan sistem informasi serta strategi pengembangan teknologi informasinya. Banyak rumah sakit di luar negeri sudah memiliki Chief Information Officer (CIO) yang khusus mengelola pengembangan sistem /teknologi informasi rumah sakit. Ketidakjelasan rumah sakit dalam pengelolaan teknologi informasi, akan berakibat pada tidak jelasnya rewarddan penghargaan kepada pekerja teknologi informasi. Mereka akan menjadi pekerja yang dianggap setara dengan pekerjaan administratif. Sehingga yang dikhawatirkan adalah sektor kesehatan akan dihindari oleh pekerja teknologi informasi yang unggul.

Peluang
Beratnya tantangan di atas tidak berarti tidak serta merta menutup peluang yang ada. Dari sisi pengguna, sebenarnya dokter yang semakin
computer literate dengan teknologi informasi juga terus meningkat. Di Kanada, lima puluh persen dokter yang berusia di bawah 35 tahun sudah menggunakan PDA. Mereka, sebagian besar memanfaatkannya untuk membaca referensi obat. Hal ini ditunjang dengan munculnya berbagai situs yang menyediakan e-book dan referensi obat yang dapat diinstall ke PDA. Salah satunya adalah epocrates (htttp://www.epocrates.com) yang menyediakan drug reference gratis untuk palmtop. Lainnya, memanfaatkan PDA untuk penjadwalan. Akan tetapi, baru sebagian kecil yang menggunakannya untuk manajemen pasien. Hal ini terkait dengan masih terbatasnya fasilitas yang user friendly untuk entry data pasien melalui PDA. Selain itu, sistem informasi rumah sakit juga harus menyediakan fasilitas untuk sinkronisasi data dari/ke PDA. Oleh karena itu, saat ini aplikasi yang berkembang mengarah kepada teknologi web yang menjanjikan portabilitas data yang lebih baik. Aplikasi ini juga didukung oleh teknologi wireless yang memungkinkan dokter dapat melakukan entry data di samping tempat tidur pasien secara langsung (computerized physician order entry)
Saat ini, penyedia aplikasi sistem informasi klinik sudah semakin banyak (khususnya di luar negeri). Para vendor tersebut juga berkompetisi untuk menunjukkan keunggulannya masing-masing. Vendor sistem informasi rumah sakit ada yang berangkat dari peranannya sebagai penyedia alat-alat medis
(medical devices), ada pula yang berbasis pengalaman sebagai pengembangan sistem. Sehingga, ada yang memiliki keunggulan sebagai penyedia sistem informasi laboratorium yang sekaligus menyediakan alat pemeriksaan laboratorium. Ada pula vendor yang menawarkan perangkat keras radiologi digital sekaligus dengan software PACS (picture archiving and communication systems) untuk mendukung sistem radiologi tanpa film konvensional (filmless). Kecenderungan pemanfaatan teknologi elektronik ini juga akan berimbas pada konsep paperless yang ditandai dengan meluruhnya peran kertas (menjadi elektronik) sebagai media perekam medis. Upaya pengembangan sistem informasi klinis ini diharapkan dapat mendongkrak mutu pelayanan (pencegahan kesalahan peresepan obat), produktivitas klinisi (rekam medis dapat diakses secara cepat dan bersama-sama), serta mendorong efisiensi (menghindari permintaan pemeriksaan laboratorium berulang dikarenakan kertas hasil pemeriksaan sebelumnya tercecer).
Bagi rumah sakit yang berbudget terbatas, aplikasi yang bersifat open source pun sebenarnya tersedia. Salah satu diantaranya adalah OpenVistA yang dikembangkan oleh Departement of Veteran Affairs AS dan tersedia dengan harga US$ 25(dua puluh lima dolar). Akan tetapi, dibalik peluang tersebut, sebenarnya masih banyak tantangan lain yang harus diselesaikan. Isu standar pertukaran data, interoperabilitas (antara alat medis dengan komputer maupun perangkat komunikasi) masih menjadi topik yang belum tuntas. Indonesia pun baru mengadopsi standar diagnosis (ICD 10), sedangkan standar yang berkaitan aspek teknologi informasi tersebut masih belum diadopsi. Oleh karena itu, memang benar pendapat salah satu pakar, teknologi informasi di rumah sakit merupakan
journey, bukan destination.

Mempercepat adopsi RME

Untuk mendorong minat dan adopsi RME, manfaat dan potensinya harus terus menerus disosialisasikan. Sebagai contoh, RME mampu menyimpan data pasien dalam jumlah yang besar hanya menggunakan perangkat komputer yang bisa dijinjing. Selain itu, rekam medis elektronik dapat memberikan peringatan jika dokter salah memberikan obat atau ada reaksi antar obat. Dalam konteks ini, sosialisasi RME harus menjadi bagian penting dalam kampanye gerakan keselamatan pasien
(patient safety). Ada pula yang menunjukkan kelebihan rekam medis elektronik dalam menyimpan data medis multimedia yang dapat diakses kapan saja dan dimana saja. Meskipun belum ada rekam medis elektronik yang benar-benar sempurna, secara teknologi sebenarnya sudah dalam fase mature.

Kegiatan sosialisasi tidak dapat berdiri sendiri. Sosialisasi RME harus dilakukan secara terus menerus dan memerlukan inisiatif tingkat nasional. Jika pemerintah serius menjadikan RME sebagai kunci untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, maka harus ada tim yang secara serius merumuskan arah pengembangan RME. Lembaga ini harus berada di luar Ditjen Yanmed Depkes, tetapi bertanggung jawab ke direktorat tersebut. Dengan demikian dia tidak akan terbebani dengan kegiatan rutin (misalnya mengurusi pelaporan rutin rumah sakit). Mengingat sebagian besar rumah sakit di Indonesia memiliki masalah klasik keterbatasan dana, tim tersebut dapat merumuskan model standar perangkat lunak RME yang bersifat public domain. Perangkat lunak tersebut harus mengikuti kaidah-kaidah standar informatika untuk RME (mulai dari ICD, HL7, LOINC dan berbagai standar lainnya)

Selain membuat perumusan di tingkat teknis, lembaga tersebut juga semestinya merancang payung hukum yang memberi jaminan keabsahan informasi rekam medis dalam bentuk elektronik. Hal lain yang harus dipertimbangkan tentu saja menyangkut aspek keamanan, kerahasiaan dan privacy informasi medis. Model RME tersebut harus tertuang ke dalam buku putih yang akan menjadi pegangan bagi setiap stakeholder yang terlibat dalam pengembangan RME di Indonesia.

Menjadikan RME sebagai bagian dari kebutuhan dokter merupakan bagian dari proses difusi inovasi. Di setiap generasi, akan selalu ada early adoptersyang akan menjadi pionir dalam mengadopsi perkembangan terkini. Dia pulalah yang akan menjadi role model bagi sesama sejawat. Dalam berbagai literatur mengenai keberhasilan adopsi RME, aspek clinical leadership ini sering mengemuka.

Akhirnya kunci yang paling menentukan apakah RME akan diadopsi atau tidak terletak pada ada tidaknya kebutuhan, bukan teknologinya, baik menurut dokter maupun manajemen rumah sakit. Selama dokter merasa mampu memberikan pelayanan yang terbaik seperti saat ini, maka proses adopsi akan berjalan lambat. Selama pihak manajemen juga tidak memiliki persepsi yang positif dan menganggap kebutuhan informasi di tingkat manajemen hanya berkisar mengenai BOR, LOS, TOI maka RME hanya akan menjadi wacana.

Sabtu, 22 Mei 2010

Jumat, 21 Mei 2010

Computer Game

Game merupakan permainan komputer yang dibuat dengan teknik dan metode animasi. Jika ingin mendalami pengunaan animasi haruslah memahami pembuatan game. Atau jika ingin membuat game, maka haruslah memahami teknik dan metode animasi, sebab keduanya saling berkaitan.

Terdapat berbagai macam game, yaitu antara lain:

1. Fun Games

Fun games adalah permainan seperti : skate board, bilyard, catur, puzzle, tetris, golf, Windows Entertainment Pack Games dan semua permainan yang animasinya sedikit dan pembuatannya relatif mudah. Permainan semacam ini terlihat mudah dari segi grafiknya tetapi biasanya sulit dalam algoritma.


2. Arcade Games

Arcade games adalah semua permainan yang mudah dimengerti, menyenangkan dan grafiknya bagus walau biasanya sederhana. Pengertian mudah dimengerti dan menyenangkan dikarenakan permainan ini hanyalah berkisar pada hal-hal yang disenangi umum seperti pukul memukul, tembak menembak, tusuk menusuk, kejar mengejar dan semua yang mudah dan menyenangkan. Yang termasuk kedalam permainan jenis ini adalah Prince of Persia, Street Fighter, Golden Axe, Grand Prix, Robocop.


3. Strategic Games

Strategic games biasanya permainan strategi perang atau bisa juga permainan lain tetapi tetap saja memerlukan strategi untuk memenangkannya seperti startegi bisnis dan strategi politik.


4. Adventure Games

Adventure games terbagi atas tiga macam yaitu petualangan biasa (Multi Layered Adventur), Dungeon-Underworld Adventure (3D Adventure) dan Roll Playing Game Adventure. Biasanya algoritma untuk membuat game ini adalah sedang-sedang saja sampai sulit. Tapi grafik jenis permainan ini benar-benar sulit. Contoh beberapa permainan jenis ini adalah Space Quest IV, Labyrinth of Word, War II dan Diablo.


5. Simulation Games

Dari semua jenis permainan yang ada, masing-masing memiliki tingkat kesulitan dan kemudahannya, jika bukan algoritmanya maka akan mudah dalam hal animasinya, akan tetapi games simulasi bisa disebut sebagai jenis permainan yang paling sulit, baik algoritma pembuatannya maupun animasinya. Permainan jenis ini juga yang paling membuat pusing dibandingkan dengan permainan jenis lainnya. Algoritmanya sangat sulit sebab harus memperhitungkan semua kejadian dalam kondisi sebenarnya. Berbagai efek animasi yang dibuat tidak cukup bermodalkan ahli grafik dan algoritma saja, tetapi sedikitnya harus mengerti persoalan matematika, teknik dan fisika. Contoh permainan jenis ini adalah Stellar7, F-15 Strike Eagle, Flight Simulator 98, F-14 Tomcat, F-16 Falcon, Jet Fighter. [2]



Pengertian Game Engine

Engine bukanlah executable program, artinya engine tidak dijalankan sebagai program yang berdiri sendiri. Diperlukan sebuah program utama sebagai entry point atau titik awal jalannya program. Pada C++, entry point-nya adalah fungsi “main()”. Biasanya program utama ini relative pendek. Game engine adalah program yang memotori jalannya suatu program game. Kalau game diilustrasikan sebagai “music “yang keluar dari “mp3 player”, maka engine adalah “mp3 player” dan program utama adalah “data mp3” yang dimasukkan ke dalam “mp3 player” tersebut.

Dengan adanya engine, waktu, tenaga dan biaya yang dibutuhkan untuk membuat game software menjadi berkurang secara signifikan. Beberapa game dengan jenis dan gameplay yang hampir sama bisa dibuat dengan sedikit usaha bila terlebih dahulu dibuat engine-nya. Setelah engine diselesaikan,programmer hanya perlu menambahkan program utama, memakai resources (objek 3D, music, efek suara) yang baru, dan jika benar – benar dibutuhkan, sedikit memodifikasi engine sesuai kebutuhan spesifik dari game yang bersangkutan. Program game engine seluruhnya berorientasi objek. Game engine lebih bersifat reaktif daripada procedural. Sulit untuk menggambarkan

Tipe – tipe Game Engine.

Roll-your-own game engine.

Biasanya, game engine tipe ini lebih disukai karena selain kemungkinan besar tersedia gratis, juga memperbolehkan mereka, para developer, lebih fleksibel dalam mengintegrasikan komponen yang diinginkan untuk dibentuk sebagai game engine mereka sendiri. Kelemahannya, banyak engine yang dibuat dengan cara semacam ini malah menyerang balik developernya. Menara Games Studio membutuhkan satu tahun penuh untuk menyempurnakan game engine nya, hanya untuk di tulis ulang semuanya dalam beberapa hari penggunaan karena adanya bug kecil yang sangat mengganggu.

Mostly-ready game engines.

Engine engine ini biasanya sudah menyediakan semuanya begitu diberikan pada developer / programmer. Semuanya termasuk contoh GUI, physiscs, libraries model dan texture, dan segalanya. Banyak dari mereka yang sudah benar benar matang, sehingga dapat langsung digunakan untuk scripting sejak hari pertama.

Biasanya game engine semacam ini memiliki batasan batasan, terutama jika dibandingkan dengan game engine sebelumnya yang benar benar terbuka lebar. Hal ini ditujukan agar tidak terjadi terlalu banyak error yang mungkin terjadi setelah sebuah game yang menggunakan engine ini dirilis, dan masih memungkinkan game engine nya itu sendiri untuk mengoptimalkan kinerja game nya. Banyak dari game engine seperti ini, Unreal Engine, Source Engine, id Tech Engine dan sebagainya, yang sudah sangat optimal dibandingkan jika harus membuat dari awal. Hal ini dengan serta merta menyingkat sangat banyak waktu dan jelas, biaya dari para Developer game.

Point-and-click engines.

Engine untuk point-and-click merupakan engine yang sangat amat dibatasi, tapi dibuat sangat user friendly. Kamu bahkan bisa mulai membuat game mu sendiri menggunakan engine seperti GameMaker, Torque Game Builder dan Unity3D. Dengan sedikit memanfaatkan coding, kamu sudah bisa merilis game point-and-click yang kamu banget.

Kekurangannya terletak pada terbatasnya jenis interaksi yang bisa dilakukan, dan biasanya hal ini mencakup semuanya, mulai dari grafis, hingga tata suara. Tapi bukan berarti game engine jenis ini nggak berguna, bagi developer cerdas dan berdaya kreativitas tinggi, game engine bapuk seperti ini bisa dirubah menjadi sebuah game menyenangkan, seperti Flow. Game engine seperti ini memang ditujukan bagi developer yang ingin menyingkat waktu pemrogramman, dan secepatnya merilis game game mereka.

Macam – macam Game Engine

· Freeware game engine/open source game engine

- Blender

- Golden T Game Engine (GTGE)

- DXFramework

- Ogre

- Box2

- jMonkeyEngine (jME)

· Commercial engines/game engine berbayar (komersial)

- Alamo

- A.L.I.V.E

- BigWorld

- DXStudio

- Dunia Engine

- Euphoria

- GameStudio

- Jade Engine

- Jedi

- - RPG Maker VX

- RPG Maker XP

- RPG Maker 2003

- RPG Maker 95

- Vision Engine

Perbandingan 2 game engine :

Freeware :

Blender

Keuntungan :

Kelebihan yang dimiliki Blender adalah dapat membuat game tanpa menggunakan program

tambahan lainnya, Karena Blender sudah memiliki “Engine Game” sendiri dan menggunakan “Python”

sebagai bahasa pemograman yang lebih mudah ketimbang menggunakan C++,C, dll.

Blender menggunakan “OpenGL” sebagai render grafiknya yang dapat digunakan pada

berbagai macam “OS” seperti Windows, Linux dan Mac OS X. Gambar berikut merupakan sebuah

“screenshot” dari salah satu project game yang dibuat menggunakan Blender

Sekarang ini Blender merencanakan sudah mengeluarkan versi yang terbarunya, yaitu Versi 2.49

yang lebih ditujukan untuk pembuat game. Karena Versi ini memiliki fitur-fitur baru yang dirancang

untuk membuat tampilan game yang lebih realistis dari pada versi sebelumnya.

Blender 2.49 memiliki fitur baru seperti :

* Video Texture

* Real-time GLSL Material

* Game Logic

* Bullet SoftBody

* Python Editor

* Multilayer Textures

* Physics

* Render Baking dan Normal Mapping dan masih banyak yang lainnya.

* Composite Adalah tempat menambahkan efek visual seperti pada gamabar berikut.

Untuk membuat game di Blender anda tidak perlu jago pemograman, jika anda hanya ingin

membuat game sederhana anda cukup mempelajari tool-tool yang disediakan oleh blender tanpa harus menggunakan “script” sedikitpun.

Kerugian :

kekurangan blender hanya 1, gui nya agak susah di mengerti (mungkin hanya butuh waktu untuk membiasakannya).

Golden T Game Engine yang disingkat GTGE yang merupakan salah satu game engine buatan Indonesia, memiliki banyak keunggulan dalam pembuatan game java 2 Dimensi, diantaranya :

Penggunaan class-classnya mudah, sehingga ketika kita mendevelop suatu game, kita tidak harus memikirkan misal kita ingin menjalankan suara, tidak usah pusing-pusing sampe pake class-class dasar Java seperti membaca file audio.

Karena berbasis Java yang slogannya “Build once run everywhere”, jadi bisa digunakan untuk banyak platform, seperti : Microsoft Windows, Linux, Mac OS X.

Nggak pake bayar, alias gratis, dengan lisensi GNU Lesser General Public License (LGPL).

Merupakan high level interface library, kita saat mendevelop game, kita nggak usah capek-capek mikir class yang dasar-dasar (low level interface library).

Udah support OPENGL..

Juga yang paling penting dalam game yaitu Collision.

Komersial :

Adobe Flash (Swift3D)

Kelebihan Swift3D

Merupakan tool yang simpel, tidak ribet, tinggal drag and drop.

Swift3D mendukung animasi objek 3D.

Animasi dapat diexport ke banyak file, misal avi, flv, swf, swt, dan ai.

Kita dapat memilih jenis rendering yang kita inginkan, yaitu raster (bitmap) dan vector. Jenis gambar raster lebih lama saat me-render, akan tetapi hasilnya lebih bagus. Sedang untuk vector, gambarnya satu warna atau gradasi warna vector (cocok untuk dimasukkan pada animasi vector flash).

Jika kita ingin membuat model yang simpel, maka swift3D bisa digunakan untuk membuatnya.

Kekurangan Swift3D

Sangat tidak cocok untuk membuat bentuk 3D yang kompleks. Jika ingin membuat bentuk 3D yang komplek kita harus menggunakan 3dsmax atau blender kemudian kita export dalam bentuk 3ds.

Susah untuk membuat animasi sendiri selain dari template animasi dari swift3D.

Kita tidak dapat memberikan efek pada objek, misal efek noise dll.

Jika kita ingin membuat sprite game berisikan animasi, mungkin cocok digunakan swift3D karena mengingat jika kita menggunakan 3D pada flash dengan engine seperti papervision3D, away3D, sandy3D, maka akan bertambah berat.

Referensi :

http://oktaviawulan.blogspot.com/2010/03/Game-Engine.html

http://iddev.wordpress.com/2009/08/27/kelebihan-dan-kekurangan-swift3d/